Sabtu, 19 Maret 2011

MUHAMMAD RASULULLAH

Masjid Madinah pada jaman awal Islam senantiasa ramai dan penuh sesak
dikunjungi oleh kaum Muslimin (sahabat-sahabat Nabi Saw). Terutama
sekali sesudah shalat malam, dimana Nabi Muhammad Saw biasa memberikan
berbagai macam pelajaran tentang ibadah, tentang politik, tentang
ekonomi dan tentang hal-hal lainnya yang berguna bagi kemaslahatan
manusia (baca: umatnya).

Tapi tatkala duduk didalam masjid itu, tidaklah kelihatan perbedaan
antara Nabi dan para sahabatnya. Ia duduk seperti orang lain duduk,
ia berpakaian sebagaimana sahabat-sahabatnya berpakaian, tempat duduk
beliau tidak ditinggikan dan permadani yang menjadi alas duduknya tidak
diistimewakan. Siapa saja berhak dan boleh duduk didekatnya.

Ketika ia berbicara, maka kelihatanlah wajahnya yang senantiasa
berseri-seri, suaranya tidak keras dan tidak terlalu pelan, tetapi
lemah lembut, sedap didengar dan mudah dipahami. Ia berbicara bukan
saja melalui mulutnya, tetapi juga dengan sepenuh hatinya, sehingga
setiap kata yang diucapkan beliau, bukan saja kuping yang mendengar
tetapi juga meresap jauh kerelung hati. Maka pada waktu itu pula ia
menjawab bermacam-macam pertanyaan yang diajukan umatnya.


Dan pernah ketika itu mesjid Madinah telah ramai lebih dahulu,
sementara Nabi belum datang. Maka sewaktu ia muncul dipintu masjid,
berdirilah para sahabatnya untuk menghormati kedatangannya dan ingin
mengiringinya. Tetapi dilarangnya mereka berdiri dan Rasulullah berkata
:'Jangan kamu berdiri, aku bukanlah seorang raja, aku juga makan dan
minum seperti kalian, aku hanyalah hamba Allah !'


Maka hadir kemasjid waktu itu, bukan saja menjadi kesukaan kaum
muslimin dengan tujuan untuk mengerjakan ibadah shalat kepada Allah,
akan tetapi juga kerinduan mereka ingin melihat wajah Nabinya yang
selalu diliputi senyuman, memancarkan kasih sayang yang dalam dan
kebaktian kepada Tuhan.


Jika ada diantara umatnya itu yang ingin membesarkan dirinya dan
memuji-mujinya secara berlebihan, maka disebutkannyalah bahwa
sahabat-sahabatnya juga lebih pantas menerima sanjungan itu.
Disebutnya kesetiaan Abu Bakar, diterangkannya keberanian Umar Bin
Khatab, dilukiskannya kelembutan hati dan kefasihan lidah Usman Bin
Affan membaca Qur'an, kecerdasan dan kepintaran Ali Bin Abu Thalib,
kedermawanan Siti Khadijah, ketabahan Bilal Bin Rabbah, ketaatan
Abdullah Bin Mas'ud, keteguhan hati Ammar Bin Yasir dan sebagainya.

Jika ada pula umatnya yang memuji-muji keberanian beliau, maka
dialihkannya perhatian umatnya itu kepada keberanian Hamzah Bin Abdul
Muthalib, Khalid Bin Walid dan pahlawan-pahlawan Islam lainnya.


Kemudian bila ada orang yang berani melebihkan kedudukannya melebihi
para Nabi dan Rasul terdahulu, maka Nabi Muhammad Saw lantas menegaskan
: bahwa semua Nabi dan Rasul Tuhan itu adalah sama saja dihadapan
Allah, lalu diceritakannya keteguhan hati Nabi Isa, ketekunan Nabi
Yahya, Keimanan Nabi Zakaria, keteguhan Nabi Yusuf, kebesaran Nabi
Sulaiman, ketabahan Nabi Ayub dan lain-lainnya.


"Sesungguhnya Kami telah mamberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami
telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan
Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishak,
Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan
Kami berikan Zabur kepada Daud." (QS. 4:163)

"Orang-orang yang beriman kepada Allah dan para Rasul-Nya dan tidak
membedakan seorangpun di antara mereka, kelak Allah akan memberikan
kepada mereka pahalanya. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang." (QS. 4:152)

"Katakanlah (hai orang-orang mu'min): "Kami beriman kepada Allah dan
apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim
, Isma'il, Ishaq, Ya'kub dan anak cucunya, dan apa yang telah diberikan
kepada Musa dan 'Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari
Tuhan-nya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan
kami hanya tunduk patuh kepada-Nya". (QS. 2:136)

Maka dari cerita-cerita yang disampaikan itu jelaslah bahwa ia sangat
memuliakan semua Nabi dan Rasul, dan dirinya sendiri dinamakannya hanya
sebagai penerus dari tugas para Rasul terdahulu.


"Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di
antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan
adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS. 33:40)


"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu
sebelumnya beberapa orang rasul." (QS. 3:144)


Beliau besar tetapi tidak mau membesarkan diri. Ia agung tetapi tetap
rendah hati. DAn pada waktu ada umatnya yang ingin mencium tangannya,
maka ia sendiri menarik tangannya penuh kelembutan.


Ditanyakannya perihal keadaan sahabatnya dan diberikannya pertolongan
kepada mereka, dan kadang-kadang karena memberikan pertolongan kepada
orang lain, beliau sendiri lupa akan dirinya. Digembirakan hati umatnya
kepada kebajikan, dilarangnya siapa saja berbuat kejahatan dan kalau
ada orang membuat kebohongan, maka wajahnya akan memerah tanda ia tidak
suka.

pada suatu hari, ada seorang tua yang suka membersihkan masjid, tidak
kelihatan hadir didalam masjid, Nabi lantas bertanya kepada sahabat-
sahabatnya : kemana orang tua itu, apakah ia sakit atau berhalangan.
Seorang dari sahabatnya menerangkan bahwa : orang tua tersebut tidak
ada lagi, telah meninggal dunia serta telah dikebumikan pula dengan
baik.


Mendengar keterangan itu, Nabi Muhammad Saw kelihatan kaget sekali
dan ia menanyakan : kenapa hal itu tidak diberitahukan kepadanya. Orang
 banyak menjawab bahwa : Rasulullah sudah terlalu sibuk dan kematian
seorang tua biasa rasanya tidak perlu diketahuinya.

Jawaban itu amat tidak memuaskan bagi Nabi, kelihatan wajahnya berubah
karena kesal dan karena sedih, dan ia menyatakan akan segera berziarah
kekubur orang tua itu.


"Kuburnya jauh sekali, ya Rasulullah !" Ujar seorang sahabat.
Dan Nabi tetap akan menziarahinya. Diperingatkannya kepada para sahabat
nya, bahwa semua manusia itu adalah sama kedudukannya, dan siapa yang
bertakwa itulah yang lebih pantas mendapat kemuliaan dihadapan Allah.


"Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya.
Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan ber
taqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal." (QS. 2:197)


"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. 49:13)


Dan keesokan harinya, ia pergi berziarah, jauh diluar kota, padahal
panas sangat teriknya. Sekembali dari ziarah itu, kelihatanlah bajunya
yang basah oleh keringat dan berdebu, namun wajahnya tetap berseri-seri
, mencerminkan kepuasan batinnya akan apa yang telah beliau lakukan.


Sungguh amat besar perhatiannya kepada semua orang, dan lebih-lebih
kepada orang-orang yang hidupnya selalu diliputi kemiskinan. Pada
suatu hari raya, ia sangat bergembira, namun ketika dipinggir jalan
dilihatnya seorang anak piatu menangis berhiba hati, maka wajah beliau
pun ikut bermuram durja.

Diangkatnya wajah anak itu dengan tangannya, dibujuknya hatinya yang
sedih dan ditawarkannya : Apakah anak itu senang menjadikan dirinya
sebagai ayahnya dan Aisyah sebagai ibunya?. Kemudian dibawanya anak
itu kerumahnya dan barulah wajah beliau cerah kembali setelah anak
tersebut ikut bergembira menikmati hari raya yang mulia.


Kalau ada temannya yang sakit, maka ia segera berkunjung dan tidak
ditunggunya sampai temannya itu mengalami sakit yang parah.

Berkata Abu Hurairah : 'Aku telah dikunjungi oleh Rasulullah, padahal
aku cuma sakit mata sedikit saja.'


Kadang-kadang berkelakarlah ia dengan para sahabatnya itu, berkelakar
secara sopan, tetapi sangat menggembirakan hati.


Sekali dilihatnya seorang sahabat memakan korma, padahal sahabat itu
sedang sakit sebelah matanya. Maka dengan nada kaget Nabi bertanya :
'Hai, bagaimana caranya memakan korma itu padahal matamu sakit sebelah?'


Sahabat itu rupanya mengerti akan kelakar Nabi, lalu ia menjawab sambil
tersenyum : 'Korma ini kumakan dengan mataku yang sebelah lagi, ya
Rasulullah !' Mendengar itu Rasulullah tersenyum.


Pada suatu hari yang lain, beliau melihat salah seorang sahabatnya
naik kuda, lalu dengan bernada heran, Nabi bertanya : 'Hai, kenapa anda
menaiki anak kuda itu ?'
'Ini bukan anak kuda, ya Rasulullah ! Ini adalah induk kuda !' jawab
orang tersebut sambil melompat turun dari kudanya.
Nabi menjelaskan : 'Tiap induk kuda adalah anak kuda juga !', maka
laki-laki itu tersenyum dan Rasulullah ikut tersenyum pula.


Dihari lain pula, seorang tua menanyakan kepadanya : 'Apakah ia bisa
masuk sorga dengan segala ibadah yang dikerjakannya ?' Nabi rupanya
ingin berkelakar, lalu beliau menjawab : 'Didalam sorga tidak ada
orang tua !'


Mendengar jawaban pendek dari Nabi itu, maka orang tua tadi hampir
saja menangis dan menghempas-hempaskan kakinya. Tetapi Nabi cepat
melanjutkan : 'Dalam sorga memang tidak ada orang tua, sebab semua
orang akan menjadi muda kembali di sorga.'


Orang tua itupun tertawa terbahak-bahak mendengar kelakar Nabi dan
Nabi-pun tersenyum bahagia.


Maka siapakah gerangan yang tidak akan senang dengan Nabi sebaik itu,
siapakah orangnya yang akan merasa kerasan tinggal dirumahnya sendiri
pada waktu shalat dan malam hari, dimana dimesjid, Nabi sedang memberi
kan bermacam-macam tuntunan hidup.


Ia sangat hormat kepada orang-orang yang lebih tua dan sangat pandai
bergaul dengan teman-teman sebayanya, beliau juga sangat kasih kepada
anak-anak serta sangat hormat kepada wanita.


"Sepuluh tahun aku tinggal dirumahnya dan membantu urusan rumah
tangganya"kata Anas Bin Malik, "Namun tidak pernah kudengar ia
mengomel. Tak pernah ia mengucapkan : 'Ini kenapa begini ? atau Itu
kenapa begitu ?"


Kata Aisyah, Istrinya : "Ia tidak pernah memukul anak-anak, ia tidak
pernah juga memukul pembantunya dan iapun tidak pernah memukul wanita !"


Bila ada orang-orang yang berhajat menemuinya, maka ialah yang lebih
dulu menganggukkan kepala atau mengulurkan tangannya untuk bersalaman.
Tidak ditariknya tangannya dari berjabat tangan sebelum orang lain
menarik duluan, dan jika ada diantara para sahabat yang berjabat tangan
dengan ujung jarinya saja, maka ditariknya tangan sahabat itu, dan ia
berkata sambil senyum : 'Jangan terlalu pelit.'


Dihormatinya semua orang, bahkan orang-orang yang sangat membencinya
pun dihormatinya juga. Dikota Madinah, tidak ada orang sejahat Abdullah
Bin Ubay, kepala kaum munafik yang selalu menyebarkan fitnah dan
kekacauan.

Tetapi sewaktu Abdullah Bin Ubay wafat dan anaknya sendiri datang
menemui Nabi dan memberitakan kematiannya, maka kelihatan benar rasa
haru pada wajah yang mulia itu.


"Ayahku berwasiat supaya baju anda dapat dipakai untuk menyelimuti
jenasahnya !" Kata anak Abdullah Bin Ubay secara tidak sopan. Tetapi
Nabi tidak marah, Nabi lantas menyalin bajunya dan memberikan bajunya
waktu itu juga.

Sekali waktu ketika Nabi Muhammad Saw sedang duduk-duduk bersama para
sahabatnya, lewatlah sebuah rombongan mengusung jenasah, lalu Nabi
berdiri : menghormati jenasah itu.

Setelah lewat rombongan itu, maka para sahabat memberitahukan bahwa
jenasah itu adalah jenasah orang Yahudi. Tetapi Nabi menjawab : "Aku
tahu itu adalah jenasah Yahudi, tetapi bila manusia sudah wafat, maka
keadaannya sama saja."


Aisyah berkata : "Tidak ada seorangpun daripada Rasulullah Saw !"
Jair Bin Abdullah : "Kapan saja aku menemui Rasulullah, selalu kulihat
beliau tersenyum."

Pernah Rasulullah memangku seorang anak bayi keluarga miskin, dan ibu
dari anak tersebut terkejut ketika bayinya kencing diatas pangkuan Nabi.
Tetapi Nabi hanya tersenyum dan ibu sianak disuruhnya bersenang hati.


Sebagai seorang suami, Nabi Muhammad Saw terkenal sebagai suami yang
tidak pernah menurunkan tangan kasar maupun kata-kata keras kepada
istri-istrinya. Suatu malam, terlambatlah beliau pulang dari masjid
kerumahnya dan setelah pintu diketuknya berulang-ulang, Siti Aisyah
tidak juga terbangun dan membuka pintu.

Maka tidurlah ia diberanda rumahnya sampai pagi, dijadikannya serbannya
sebagai alas tidur dan dijadikannya lengannya sebagai bantal.


Ketika subuh, Siti Aisyah kaget melihatnya dan ia bertanya kenapa
Rasulullah tidak membangunkannya. Nabi menerangkan bahwa ia telah
mengetuk pintu berulang-ulang, tetapi rupanya Aisyah tidur nyeyak
sekali.


"Kenapa tidak engkau ketuk pintu sedikit keras, biar saya terbangun
wahai Rasulullah ?" Tanya Aisyah.


Nabi menjawab dengan tersenyum : "Sedangkan Tuhan yang amat berkuasa
atas segala hamba-Nya lagi tidak mengizinkan engkau terbangun, maka
saya yang hanyalah seorang hamba Allah terlebih lagi tidak memiliki
hak untuk membangunkanmu, hai Umairah."

Siti Aisyah kemudian meminta maaf kepada Nabi, tetapi Rasulullah tidak
merasa bahwa istrinya itu bersalah, semuanya telah diatur oleh Allah.


Kadang-kadang beliau pulang kerumahnya, dan tidak ada makanan yang
tersedia. "Belum ada makanan yang saya masak ya Rasulullah, yang ada
hanya makanan yang masih mentah." Kata Aisyah.


Maka Nabipun tersenyum lalu ia pergi kedapur dan memasaknya sendiri
dan setelah siap, makanlah mereka semuanya bersama-sama.


Nasihat serta saran yang diterimanya dari siapapun akan beliau terima
jika memang hal itu bagus. Hal ini terlihat ketika peristiwa perang
khandak, beliau menerima masukan dari sahabatnya, Salman Al-Parisy
untuk membuat parit pertahanan sekitar kota Madinah.

Setelah mengadakan pertimbangan dan musyawarah bersama para sahabat
yang lain, akhirnya usulan dari Salman Al-Parisi tersebut diterima.
Maka bekerjalah mereka semua, termasuk Nabi sendiri untuk menggali
parit pertahanan (khandak).


Ketika kota Mekkah berhasil ditundukkannya dan para sahabatnya
memasuki kota Mekkah, maka Nabi memperlahankan jalan ontanya. Orang
lain bersorak sorai karena kegembiraan, tetapi beliau sendiri menunduk
kan kepalanya kebumi dan matanya kelihatan basah menahan tangis.
Menangis ia karena bersyukur dan pada waktu kemenangan tersebut,
beliau berdoa memohon ampun kepada Allah.


Ia nyaris tidak pernah berbuat kesalahan hatinya pun suci dan hidupnya
penuh pula diliputi kesucian. Namun meski demikian, ia selalu berdoa
agar dosa-dosanya dan dosa-dosa umatnya diampuni oleh Allah, dan ia
selalu membaca istighfar siang dan malam.

Menurut sebuah riwayat, ia membaca istighfar setiap hari tidak kurang
dari 70 kali, adapula yang meriwayatkannya 200 kali.

Dan shalat malam (Tahajud) dikerjakannya setiap malam. Meskipun tidak
jarang pada waktu itu keadaan tubuhnya begitu lelah dan penat, namun
tiadalah Nabi merasa sungkan untuk beribadah kepada Allah.


Bilal Bin Rabah telah menyaksikan betapa Rasulullah itu tetap juga
mengerjakan shalat malam tatkala dalam perjalanan. Bertanya Bilal :
"Engkau shalat lagi ya Rasulullah ! Bukankah dosamu tidak ada dan
engkau telah dijamin Allah masuk sorga ?"

Nabi menjawab : "Tidakkah engkau bergembira ya Bilal, bila aku
beribadah kepada Tuhanku ?"

Namun sungguh bagi pemikiran yang sederhana,..akan sulitlah mengerti.
Dan ketidakmengertian ini tidak bisa dipaksakan mengerti hanya oleh
sebuah dekrit "ini perintah Allah" lalu titik.

Bukankah kita dituntut mengajarkan dengan cara hikmah ?

Cobalah berpikir, tidak usahlah orang Islam sendiri yang mengakui
kerasulan Muhammad, orang lain yang begitu mengerti sosok pribadi
Muhammad pasti akan bisa mencintai dan mempercayai beliau. Jika anda
tak mampu memahami hingga begitu dalam, lihatlah sosok-sosok pribadi
para manusia yang mencintai beliau, hingga sekarang.

Seseorang yang berpribadi baik, sungguh tak masuk akal jika dia
mengikuti sosok pribadi yang tidak jauh lebih baik dari dirinya.

Kemudian jika sebaliknya, seseorang yang ingin berkarakter sempurna
sebagaimana Nabi mencontohkannya, tentulah mustahil dicapai tanpa dia
mencintai Nabi dan setia kepada beliau.

Kalau setia dan cinta saja tidak,.....lalu bagaimana mencapainya ?


Ingatlah suatu riwayat seorang pemuda yang berkeinginan untuk bertobat
dari maksiat akan tetapi sangat berat meninggalkannya, dari Nabi hanya
 mintai janji," ..akan tetapi kamu tidak boleh bohong padaku !" Hanya
tidak boleh bohong pada Nabi, dan pemuda ini begitu mematuhinya, dia
bisa lepas dari kemaksiatan. Karena setiap dia melakukannya, merasa
malu kepada beliau, dan jika dia melakukannya dan membohongi Nabi dia
berarti melanggar janjinya.

Bagi sesama hamba Allah yang beriman, jika dia mencintai sesuatu,
buah dari rasa cinta itu tumbuhlah ridho. Tentang ridho ini sungguh
adalah hasil dari sebuah hubungan yang sangat spesial. Hingga suatu
kali seorang hamba di akhirat kelak masih merasa berkekurangan dengan
ditempatkannya di syurga, dipanggillah dia oleh Allah, dan dia ditanya
mengapa demikian.

" Karena yang aku mau sebenarnya adalah ridlo-Mu Ya Allah !"

Manusiawi, kalau perlu saya katakan sangat alami, jika seseorang
mencintai orang lain, pasti selalu berupaya untuk menyenangkan orang
lain yang dicintainya itu.

Apakah bisa seorang muslim mencintai dan meridhoi seseorang hingga dia
bisa menahan doanya untuk orang yang dicintainya itu ?

Sudahkah anda tahu sekarang bahwa mencintai Nabi adalah kesempurnaan
anda dalam beriman ? Jika sudah, masihkah anda 'kelu' untuk menyampai
kan salam kepada beliau ?


(Dari berbagai Sumber)

2 komentar: